Kiprahnya sebagai seorang pejuang hak-hak perempuan untuk mendapatkan kesetaraan pendidikan dengan laki-laki, sudah dimulai sejak ia berusia sangat muda, saat ia mengajar teman-teman kecilnya membaca. Kemampuan baca tulis ia peroleh tanpa melalui pendidikan formal. Pada akhirnya Rohana pun berbagi cerita dan cita-cita tentang perjuangannya tersebut dengan menerbitkan surat kabar perempuan pertama di Indonesia pada tanggal 10 Juli 1912, yang diberi nama ”Soenting Melajoe”, surat kabar pertama yang pemimpin redaksi, redaktur dan penulisnya, semua adalah perempuan. Pemikirannya sebagai sosok yang visioner dan bijaksana dijelaskan dalam kalimatnya ini : “Perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang lebih baik. Perempuan harus sehat jasmani dan rohani, berakhlak dan berbudi pekerti luhur, taat beribadah, yang kesemuanya hanya akan terpenuhi dengan mempunyai ilmu pengetahuan”. Rohana Kudus merupakan presiden sedangkan Hadisah sebagai Komisaris dari Kerajinan Amai Setia (KAS) adalah organisasi perempuan pertama di Minangkabau. Organisasi ini dikenal jauh sampai ke luar kampung, tersebar ke berbagai penjuru dunia. Kerajinan Amai Setia dilahirkan dalam satu rapat kampung Bukit Koto Gadang tahun 1911,
Rohana Kudus, menelusuri Jejak Rohana Kudus Pejuang Wanita dari Ranah Minang (Jurnalis Wanita Pertama Indonesia), lahir pada tanggal 20 Desember 1884,di Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Bisa dikatakan, Rohana adalah pejuang hak-hak perempuan Indonesia di masanya. Rohana adalah putri pertama pasangan Moehammad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam. Nama besarnya ternyata sering disandingkan dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia, yang juga merupakan adik tirinya. Ia pun adalah sepupu dari H. Agus Salim, seorang jurnalis dan pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri di masa pemerintahan Orde Lama. Nama ”Kudus” yang disandangnya adalah nama belakang sang suami, Abdul Kudus, yang menikahinya pada saat ia berusia 24 tahun. Koto gadang merupakan sebuah kenagarian (desa) di kabupaten Agam yang melahirkan banyak tokoh nasional mulai dari politisi , ilmuwan, ulama, hingga sastrawan. Koto gadang terkenal dengan pusat kerajinan perak dan songket Minang yang terletak di Kecamatan IV Koto kabupaten Agam. Untuk mencapai lokasi wisatawan dapat menggunakan jalur darat . Dari Kota Padang ke Bukittinggi +2 jam.
Rohana Kudus
Her role as a fighter for women’s rights to receive equal education with men, has started since she was very young, when she taught her little friends to read. She was able to read and write without going through formal education. At the end Rohana also share stories and ideals of the struggle and published the first woman newspaper in Indonesia on July 10, 1912, which was named “Soenting Melajoe”. This is the first newspaper whose editor in chief, editor and author, all were women. Her ideas which is highly visionary and wise described in this sentence: “ Times turnover will never make women equal to men. Women remain women with all the capabilities and obligations. Things that have to change are their education which means women should receive better treatment. Women should be physically and mentally healthy, have good morality and noble character, and devouted worshippers, all things that only be possible to achieve by educating- having the knowledge”. Rohana Kudus is the president while Hadisah is the commissioner of Handicrafts Amai Setia (KAS). It is the first women’s organization in Minangkabau. This organization is known as far as outside the village, then known to various parts of the world. Amai Setia Craft was founded in a village meeting bukit Koto Gadang in 1911.
Rohana Kudus , Tracing Rohana Kudus ‘s path as Women fighter from Minang ( the first Indonesian Women Journalists), was born on December 20, 1884, in Koto Gadang, IV Koto District, Agam regency, West Sumatra. Rohana kudus was a fighter for women’s rights in the Indonesian in her era. Rohana is the first daughter of Moehammad Rasjad Maharadja Soetan and Kiam. Her reputation and big name was often juxtaposed with Soetan Sjahrir, the first Prime Minister of Indonesia , who is also her step brother. Her cousin, H. Agus Salim, is a journalist and had served as Secretary of State in the reign of the Old Order. The name “Kudus” is the last name of her husband, Abdul Kudus, who married her when she was 24 years old. Koto Gadang is a village in Agam district that gave birth to many national figures ranging from politicians, scientists, scholars, to writers. Koto Gadang is also famous as the centre of silver craft and songket Minang (traditional interwoven fabric) located in IV Koto district Agam regency. To reach the location, tourists can use a on land route about 2 hours from Padang.