Menjaga kelestarian rumah adat Minangkabau, yakni Rumah Gadang di era teknologi saat ini merupakan lagu wajib yang terus didengungkan. Pasalnya, kelestarian rumah adat memang dapat mengembalikan budaya adat Minang tempo dulu di mana zaman dahulu rumah gadang merupakan simbol utama kehidupan sehari-hari masyarakat Minangkabau.
Bahkan, peduli kepada rumah gadang adalah peduli kepada peraturan adat, yang harus dijaga kelestariannya yang berisikan norma dan nilai adat sebagai wadah bagi masyarakat Minangkabau dalam bermusyawarah. Karenanya budaya dan adat Minangkabau harus melekat pada diri orang Minang sebagai indentitas. Karena budaya adalah sebagai pembeda suatu bangsa sesuai dengan kearifan lokal dimasing-masing tempat.
Nggak bisa dipungkiri bahwa kenyataannya sekarang, keberadaan rumah gadang di Minangkabau semakin banyak ditinggalkan. Karena karakter orang Minang yang suka merantau sehingga makin banyak bangunan rumah gadang yang mengalami kerusakan. Selain itu perubahan cara hidup masyarakat yang tidak lagi suka tinggal di rumah gadang, juga menyebabkan rumah gadang tidak lagi dihuni dan tidak terawat.
Untuk melestarikan sekaligus memegang teguh budaya dan adat istiadat Minangkabau digelar Festival Seribu Rumah Gadang di kawasan Seribu Rumah Gadang di Kota Muara Labuh, Kabupaten Solok Selatan. Festival digelar selama 2 hari pada Jumat (22/3) dan Sabtu (23/3) dibuka secara resmi Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria, di Solok oada Jumat (22/3) malam
“Festival Seribu Rumah Gadang yang kedua ini, mereka dapat memperkenalkan semua budaya lama kepada seluruh masyarakat. Festival seribu rumah gadang ini adalah wadah untuk menampilkan kembali budaya adat istiadat lama yang dulu dilaksanakan pendahulu kita dengan sangat sempurna sekali,” kata Bupati Muzni.
Sebelum pembukaan, Muzni bersama pemuka masyarakat mulai dari penghulu, niniak mamak, alim ulama, perwakilan pemerintah provinsi, perangkat daerah dan tokoh masyarakat berjalan dari gerbang kawasan Seribu Rumah Gadang. Mereka disambut dengan beraneka tarian, penampilan bela diri silat, nyanyian dengan diiringi musik rebana, rabab dan lain-lain.
Rombongan kemudian naik ke Rumah Gadang Tigo Lareh dimana acara pembukaan dilaksanakan. Sebelum Muzni membuka festival ini, mereka juga makan bajamba secara adat. Di mana sebelum dan sesudah makan diselingi dengan pidato adat atau sambah kato. Barulah setelah itu Bupati secara resmi membuka Festival Seribu Rumah Gadang (SRG).
Selama Festival SRG kali ini, kawasan Seribu Rumah Gadang akan dibentuk menjadi seperti dahulu kala. Sepanjang jalan ada lima titik musik tradisi, dan lima titik silat yang digunakan untuk menyambut para tamu dan di jalan.
Festival Seribu Rumah Gadang juga menghadirkan pelajar Taman Kanak-kanak dan diajak berkeliling kawasan serta mengunjungi empat museum pribadi untuk melihat benda-benda dan koleksi yang bernilai sejarah.
Sedangkan untuk tingkat SMP akan dibawa ke Istana Balun dan mereka akan belajar budaya dan sejarah yang ada di sana. Untuk tingkat SMA, mereka mengamati arak-arakan 10 tema budaya yang ada di Solok Selatan, mulai dari simpang Pasar Baru hingga Lapangan Bancah.
Selain itu ada penampilan kesenian di Panggung Anak Nagari dari berbagai sanggar dan komunitas. Terakhir, nantinya festival akan ditutup dengan kesenian memancuang alek dari Lubuak Malako yang akan diperankan oleh tujuh orang aktor.
Diharapkan, dengan kemeriahan Festival SRG ini, masyarakat terutama generasi muda tetap bisa melestarikan adat dan budaya Minangkabau terutama di Solok Selatan ini. Saat ini kata Muzni perkembangan teknologi dan informasi rentan untuk lunturnya adat dan budaya asli masyarakat. “Dengan kemajuan teknologi budaya kita kian tersingkir. Ini kita tak mau,” ujar Muzni.
Disisi lain, dengan Festival yang menampilkan suasana zaman dulu kala diyakini akan memperkuat Kawasan Saribu Rumah Gadang menjadi “branding” pariwisata Solok Selatan. “Kabupaten Solok Selatan memiliki aset yang sangat berharga yaitu kawasan Saribu rumah Gadang. Kami ingin menggali kembali budaya dan kesenian yang ada dan ini akan memperkuat branding pariwisata di sini,” kata konseptor Festival Seribu Rumah Gadang, Hartati.
Saat Festival SRG kawasan saribu rumah gadang dibentuk menjadi seperti dahulu kala. Sepanjang jalan ada lima titik musik tradisi, dan lima titik silat yang digunakan untuk menyambut para tamu dan di jalan menggunakan obor. “Agar masyarakat bisa menyaksikan lebih jelas kami upayakan menempatkan screen proyektor untuk menampilkan siaran langsung prosesi ini dan live streaming,” ujarnya.
Sehingga dengan festival ini, para ninik mamak dan anak-anak muda mengenal kembali budaya yang ada di Solok Selatan. Festival Saribu rumah gadang juga menghadirkan pelajar Taman Kanak-kanak dan diajak berkeliling kawasan serta mengunjungi empat museum pribadi untuk melihat benda-benda dan koleksi yang bernilai sejarah.
Sedangkan untuk tingkat SMP akan dibawa ke istana balun dan mereka akan belajar budaya dan sejarah yang ada di sana. Untuk tingkat SMA mengamati arak-arakan 10 tema budaya yang ada di Solok Selatan, mulai dari simpang pasar baru hingga lapangan bancah.
Di lapangan bancah akan dipamerkan barang-barang yang dibawa dan dijelaskan satu persatu. Seluruh siswa yang ikut dalam kunjungan tersebut akan ikut dalam lomba esai singkat impresi pertama yang mereka lihat dan rasakan. Juga ada penampilan kesenian di Panggung Anak Nagari dari berbagai sanggar dan komunitas.